8 tips mewujudkan keluarga yang ramah lingkungan

Pelkat

Oleh : Pdt. Boydo Rajiv Hutagalung (Pendeta Jemaat, Ketua 3 GPIB Marga Mulya)

Peran Pelkat PKP Dalam Merespon Isu Lingkungan Hidup

Selasa 13 Juni 2023, GPIB Marga Mulya mengadakan kegiatan pembinaan bagi Pelayanan Kategorial (Pelkat) Persekutuan Kaum Perempuan (PKP) yang bertema “Mewujudkan Keluarga Yang Ramah Lingkungan”. Kegiatan yang digagas secara sinergis oleh Komisi PPSDI-PPK, Germasa, dan Pelkat PKP ini merupakan salah satu wujud upaya GPIB Marga Mulya menerjemahkan tema GPIB tahun 2023-2024, yaitu “Memberdayakan warga gereja secara intergenerasional guna merawat jejaring sosial dan ekologis di konteks budaya digital”.

Pdt. Boydo Hutagalung selaku yang membidangi PPSDI-PPK, dalam pesan renungan sebelum pembinaan tersebut menyampaikan bahwa tujuan dari pembinaan yang dilaksanakan hari itu adalah untuk meningkatkan kesadaran warga jemaat, bahwa kehidupan manusia saat ini berada dalam krisis lingkungan hidup. Untuk itu perlu adanya perubahan pola perilaku, dari yang tidak ramah terhadap lingkungan menjadi lebih ramah lingkungan. Salah satu pihak yang memiliki peran sangat besar dalam upaya kelestarian lingkungan adalah kaum perempuan. Oleh sebab itu kaum perempuan perlu semakin dibekali dengan wawasan mengenai mewujudkan pola perilaku ramah lingkungan yang dimulai dari rumah tangga.

Berjejaring Lintas Iman Dalam Isu Ekologis

Setelah ibadah, pembinaan pun dilaksanakan. Menariknya, narasumber dalam pembinaan ini adalah seorang Muslimah, yaitu Ibu Hening Parlan, yang merupakan Ketua Divisi Lingkungan Hidup Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah. Beliau juga merupakan Advisor Program EcoBhinneka Muhammadiyah. Kehadiran beliau sebagai narasumber memang sudah direncanakan sebelumnya oleh Komisi PPSDI PPK dan Germasa GPIB sebagai upaya merintis dialog dan relasi lintas iman antara GPIB Marga Mulya dan juga Muhammadiyah, yang lokasinya bertetangga (Marga Mulya dan Kampung Kauman). Dengan demikian, setali tiga uang, sambil berjejaring lintas iman, GPIB Marga Mulya juga sekaligus berkolaborasi untuk kepedulian pada isu ekologis.

Mbak Hening membagikan pengalamannya di tingkat internal kaum perempuan ‘Aisyiyah rupanya cukup aktif dalam merespons isu lingkungan hidup. Salah satunya adalah melakukan kampanye zero waste di antara pedagang-pedagang pasar tradisional. Temuan menarik di lapangan, banyak pedagang pasar yang sebenarnya sudah memiliki kesadaran untuk mengurangi penggunaan sampah plastik sehingga menganjurkan pembeli menggunakan tas belanja sendiri. Namun rupanya, para pembeli yang sering kali berkeberatan untuk hal itu.

Menurut mbak Hening, masalah lingkungan hidup adalah juga masalah kemanusiaan. Keduanya adalah tanggungjawab dari seluruh agama. Oleh karena itu diharapkan ke depan, ibu-ibu PKP Marga Mulya dan Aisyiyah dapat saling melakukan kerja sama lintas agama untuk mengurus masalah bersama tersebut.

Keluarga Sebagai Basis Masyarakat Ramah Lingkungan

Dalam materi pembinaan bagi ibu-ibu jemaat GPIB Marga Mulya, Mbak Hening, demikian beliau akrab dipanggil, membukanya dengan menekankan pentingnya keluarga sebagai basis pembentukan spiritualitas dan karakter. Dalam kaitannya dengan lingkungan hidup, seseorang akan terbentuk menjadi pribadi yang ramah lingkungan apabila didukung oleh bentukan spiritual dan karakter dalam keluarga. Oleh sebab itu penting sekali untuk mengajarkan di dalam keluarga sendiri nilai-nilai keagamaan yang menekankan bahwa Sang Maha Kuasa menginginkan manusia melindungi kelestarian alam. Keluarga harus menjadi teladan nyata untuk upaya-upaya mencegah kerusakan lingkungan dan aktif melestarikan alam.

Mbak Hening menyampaikan bahwa salah satu masalah bahkan dosa terbesar rumah tangga adalah limbah plastik dan tidak memilah sampah. Limbah plastik adalah racun bagi tanah. Rata-rata kantong plastik terurai membutuhkan 10-1000 tahun. Selain itu dalam proses penguraiannya, zat-zat kimia berbahaya akan tercampur di tanah dan “meracuni” tanaman, hewan, dll. Ketika kita tidak memilah sampah rumah tangga, maka kita membuat pekerjaan para pengumpul sampah menjadi sangat rumit. Mereka harus bekerja keras memisahkan sampah-sampah organik yang telah berbau busuk dari sampah-sampah yang harus didaur ulang.

8 Tips Keluarga Ramah Lingkungan Hidup

Ada beberapa tips yang disampaikan oleh mbak Hening, yang juga merupakan Koordinator GreenFaith Indonesia. Pertama, keluarga perlu mengurangi, memilah, atau mengolah sampah. Di rumah perlu disiapkan tempat sampah yang terpisah yaitu untuk sampah organik, kertas atau plastik, dan kaca. Biasakan keluarga membuang sampah sesuai kategorisasi itu. Untuk sampah organik tertentu dapat dikelola menjadi eco-enzym, bisa pula menjadi kompos. Untuk sampah plastik, bisa dilakukan daur ulang mandiri seperti dijadikan bahan untuk kerajinan tangan. Atau bisa pula diantarkan ke bank sampah. Terkait hal ini, memang biasanya uang yang diterima dari penjualan sampah sangatlah sedikit. Namun yang ditanamkan dalam mindset seorang beriman, bukan melulu soal uang melainkan harga yang tak ternilai adalah kelestarian lingkungan hidup. Namun jika dirasa cukup rumit untuk melakukan itu, setidaknya pemilahan membantu para petugas sampah untuk dapat menyalurkan sampah sesuai kategorinya, bahkan bisa dianggap sebagai suatu “sedekah sampah plastik” ketika petugas pengumpul sampah nantinya akan menukarkannya di bank sampah. Jadi selalu ada nilai kebajikan dibalik komitmen kita mengelola sampah.

Kedua, keluarga perlu mengurangi seminimal mungkin penggunaan air mineral kemasan dan membawa tumbler/botol minuman sendiri. Tindakan ini membuat kita hemat secara ekonomi dan juga mengurangi nyampah plastik. Ketiga, keluarga juga perlu berhemat berbelanja pakaian. Pertama-tama oleh karena potensi baju bekas menjadi sampah yang sulit terurai. Selanjutnya karena semakin tinggi pembelian pakaian, maka polusi pun semakin tinggi dikarenakan peningkatan aktivitas industri tekstil. Satu kebaikan yang bisa kita lakukan adalah membiasakan apabila telah membeli satu pakaian, maka berikanlah kepada orang lain satu stok pakaian kita.

Keempat, keluarga dapat melakukan penghematan penggunaan air. Semakin hari air tanah akan semakin sedikit atau semakin tercemar. Karena itu perlu lebih hemat menggunakan air agar cadangan air yang bersih dan sehat tetap tersedia. Kelima, keluarga bisa membuat Biopori di halaman rumah yang memiliki tanah. Biopori sangat bermanfaat bagi alam, yaitu : dapat mencegah banjir dan genangan air, dapat meningkatkan cadangan air tanah, dapat menjadi tempat tampungan sampah organik sehingga mengurangi pembuangan sampah tersebut ke TPA, dapat memicu aktivitas mikroorganisme sehingga menyuburkan tanah, dapat membantu melindungi ozon karena sampah yang terpilah mengurangi tumpukan sampah yang menyebabkan tingginya gas perusak ozon.

Keenam, keluarga perlu bergiat melakukan gerakan menanam pohon namun harus disertai dengan pola asuh, yaitu perawatan rutin, bukan sekadar aksi seremonial belaka. Sehubungan dengan tanaman pohon, hal ketujuh yang dapat dilakukan dalam keluarga adalah melakukan gerakan ketahanan pangan dengan menanam sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikonsumsi oleh keluarga. Hal ini akan mengurangi dampak-dampak jejak karbon sambil meningkatkan produksi oksigen

Kedelapan, keluarga dapat mempertimbangkan upaya menampung dan memanfaatkan air limbah cucian yang mengandung sabun. Air sabun dapat bermanfaat sebagai insektisida atau pembunuh hama bagi beberapa jenis tanaman tertentu. Melalui tindakan penggunaan ulang air sabun, pencemaran lingkungan yang diakibatkan air sabun dapat dikurangi.

Di akhir pemaparannya, Mbak Hening menyampaikan, “Bumi sering kali disebut Ibu Bumi karena ia ‘mengandung’ berbagai kebaikan dan memelihara seluruh isinya. Namun saat ini, Ibu Bumi sedang terluka karena berbagai tindakan manusia yang seolah ‘mendurhakai’ sang Ibu Bumi. Sejatinya, kaum perempuan adalah kaum ibu yang merupakan Penjaga Ibu Bumi. Ibu-ibu mempunyai kekuatan spiritualitas yang begitu besar, yaitu spiritualitas yang didasari oleh Cinta. Kita tahu bersama bahwa cinta seorang ibu tidak hanya sekadar romantika dan lisan, melainkan cintanya selalu terwujud dalam tindakan nyata merawat, mengasuh, melestarikan. Mari bersama, kita ibu-ibu, menjadi pelindung bagi Ibu Bumi.” – brh