Merevisi paradigma negatif terhadap Kristen

Lintas IMAN

Sarasehan Pemuda Lintas Iman (Episode 3)
Oleh: Pdt. Boydo Rajiv Hutagalung (Pendeta Jemaat, Ketua 3 PHMJ GPIB Marga Mulya)

Tantangan Paham Radikalisme Dalam Beragama

Pelayanan Kategorial (Pelkat) Gerakan Pemuda (GP) melakukan kunjungan silahturahmi ke Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) pada Jumat 9 Juni 2023 yang lalu. Mengawali pertemuan, ada tiga orang narasumber yang menjadi pemantik diskusi pada hari itu. Pada artikel kali ini akan dibahas gagasan-gagasan menarik dari salah satu narasumber, yaitu Sdr. Racha Julian Chairulrizal (Ketua Umum PW IPM D.I.Y).

Gbr. Sdr. Racha sedang menyampaikan pemaparannya

Selanjutnya Sdr. Racha mencoba memberikan gambaran tentang bagaimana pemahaman Muhammadiyah yang berdasarkan Kitab Suci Al-Qur’an mengenai pentingnya membangun kerukunan antar umat beragama. Racha mengutip salah satu nas dalam Surah Al Hujurat ayat ke 13 yang inti pesannya menekankan bahwa adalah kehendak Yang Maha Kuasa menciptakan manusia dalam keragaman agar manusia berusaha saling mengenal satu sama lain (lita’arafu). Dengan kemauan untuk saling mengenal, saling belajar, maka akan terbuka potensi untuk membangun peradaban. Inilah yang juga menjadi semangat bagi seluruh anggota Muhammadiyah dalam keharusan melakukan dialog dan kerjasama dengan saudara-saudara yang berbeda agama.

Racha menyampaikan bahwa memang ada tantangan terkait dengan paham-paham radikal atau fundamentalisme yang juga dihadapi oleh Muhammadiyah. Menurutnya, Muhammadiyah pada umumnya merasa jengkel dengan paham dan gerak-gerik kelompok radikal yang kerap bersikap intoleran dengan umat beragama lain. Tindakan-tindakan ekstrem yang mereka lakukan, menurut Racha, juga ikut mencoreng nama baik Islam.

Untuk menangkal paham-paham radikal, di internal Muhammadiyah khususnya IPM, selalu ditanamkan bahwa mereka hidup di satu bumi namun terdapat keragaman di dalamnya. Karena itu tidak boleh bersikap eksklusif namun harus mengakui dan memberi hak yang setara kepada orang lain apapun latar belakang agamanya. Hal ini misalnya dilakukan oleh IPM ketika momen Fortasi (semacam Masa Orientasi Sekolah bagi murid-murid baru) tahun 2022. Tema yang diangkat adalah “Pelajar Yang Inklusif” dengan mengangkat nilai-nilai toleransi dan kerjasama lintas iman.

Namun demikian, dengan jujur Racha menyatakan bahwa meskipun secara normatif semangat Muhammadiyah selaras dengan perjuangan moderasi beragama, akan tetapi ada juga kader atau aktivis Muhammadiyah yang tidak sependapat sehingga masih ada yang mudah mencurigai agama-agama lain. Tidak mudah untuk menyamakan persepsi semua anggota Muhammadiyah. Oleh sebab itu, edukasi agar perspektif terhadap agama lain bisa lebih positif perlu terus dilakukan.

Fenomena Penghambatan Pembangunan Rumah Ibadah

Racha mencontohkan beberapa isu sensitif yang sering ada di kalangan Muslim, Pertama, soal pembangunan rumah ibadah. Ada sebagian kalangan Muslim yang sangat suka dan gigih untuk menghambat pembangunan rumah ibadah agama lain bukan terutama karena soal izin administrasi tetapi karena ketakutan mereka iman umat Muslim tergerus dengan adanya rumah ibadah non-Muslim. Namun demikian, menurut Racha, paradigma yang menyebabkan ketakutan umat Muslim itu harus dievaluasi. Apakah benar umat Muslim akan mudah tergerus imannya akibat kehadiran rumah ibadah agama lain? Apa benar iman umat Muslim selemah itu? Harusnya dibangun paradigma: bahkan jika dalam satu rumah tangga sekalipun ada yang non-Muslim, namun jika imannya kuat maka orang itu akan tetap beriman Muslim. Maka fokus umat Muslim harusnya adalah memperkuat iman, bukan menghambat kehadiran orang yang berbeda imannya.

Ada alasan lain penolakan pembangunan rumah ibadah agama lain, yaitu dikarenakan merasa terganggu dengan aktivitas agama non-Muslim. Menurut Racha, harusnya umat Muslim menyadari bahwa di sisi lain, jika dilihat dari segi suara megaphone saat adzan 5x sehari, maka aktifitas keagamaan Muslim juga tak kurang menganggu bagi masyarakat di sekitar. Sementara itu agama-agama lain biasanya hanya berkegiatan satu sampai dua kali di rumah ibadahnya, dan umumnya tidak menggunakan megaphone yang diarahkan keluar ruang ibadah. Di sini, Racha menekankan pentingnya semua umat beragama agar jangan mudah menghakimi kebiasaan dan keberadaan agama lain.

Kecurigaan Misi Kristenisasi

Isu sensitif kedua ialah terkait aktifitas dakwah umat Kristen yang sering dinilai Kristenisasi oleh umat Muslim. Akibatnya, kegiatan-kegiatan misi yang dilakukan oleh umat Kristen dihambat sedemikian rupa. Sebagai contoh, ketika umat Kristen menyalurkan bantuan sembako atau satu kardus mie instan kepada masyarakat yang mungkin mayoritas Islam. Lalu ada desas-desus bahwa orang Kristen sedang melakukan Kristenisasi. Akibatnya ada upaya penolakan dan penghambatan. Hal ini pun perlu dikritisi, menurut Racha. Harusnya umat Muslim bisa berpikir kritis, apa benar iman umat bisa goyah hanya karena satu kardus mie instan? Apakah benar iman umat Muslim selemah itu?

Menurut Racha, setiap agama berhak untuk menjalankan amanat agamanya untuk menyiarkan agamanya. Asalkan tidak ada pemaksaan maka seharusnya tidak perlu ada ketakutan. Bukankah umat Muslim sendiri tidak mau dihambat saat berdakwah? Lantas mengapa sebaliknya umat Muslim merasa berhak menghambat umat lain yang berdakwah? Oleh sebab itu, menurut Racha, tidak perlu memandang negatif aktifitas misi umat Kristen. Paradigma yang dibangun berdasarkan prinsip yang terdapat pada Surah Al-Baqarah ayat 148 yang menekankan tentang fastabihul khairat atau artinya berlomba-lomba berbuat kebaikan. Jadi apa yang dilakukan oleh umat Non-Muslim selagi tidak melakukan pemaksaan, harusnya dilihat sebagai semangat mereka untuk berbuat kebaikan. Tugas umat Muslim bukan menghalangi orang berbuat baik, melainkan untuk ikut berlomba melakukan kebaikan juga.

Dengan mengutip Surah Al Anbiya’ ayat ke 107, Racha juga menjelaskan bahwa ayat tersebut menekankan bahwa Nabi junjungan umat Islam, yaitu Muhammad, memiliki misi untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Untuk itu mereka sebagi pengikut Nabi Muhammad harus berkomitmen agar setiap aspek kehidupan mereka adalah dalam rangka menghadirkan rahmat bagi manusia dan alam. Untuk itu diperlukan sikap toleransi dan kolaborasi lintas iman. []brh